Bentangan sejarah Islam yang dibangun para nabi dan rasul Allah
menunjukkan perkembangan yang signifikan. Berbagai keunggulan dan
mukjizat para nabi itu mempertegas pesan ketauhidan yang mereka bawa
pada kaumnya.
Guru besar sejarah kebudayaan Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof Dr Muhammad Machasin,
menyebutkan, mukjizat bukanlah esensi dari bukti kebenaran Islam.
Menurutnya, mukjizat yang sesungguhnya adalah kitab yang diturunkan
pada nabi akhir zaman, Muhammad SAW. Terkait hal itu, wartawan Republika, Devi Anggraini Oktavika, mewawancarainya belum lama ini. Berikut petikannya.
Apakah yang membedakan dakwah para nabi terdahulu dengan dakwah nabi yang diutus setelahnya?
Tidak
ada yang berbeda. Mereka membawa pesan dan ajaran yang sama, yakni
ketauhidan, bahwa tidak ada Tuhan yang layak disembah kecuali Allah.
Selain itu, mereka hanya dibedakan oleh tempat pengutusan dan kaum yang
mereka dakwahi. Jika ingin menggarisbawahi perbedaan, yang perlu kita
bandingkan bu kan nabi terdahulu dan nabi-nabi pada masa sesudahnya.
Perbedaan yang sesungguhnya terlihat antara nabi-nabi terdahulu dan
nabi yang diutus paling akhir, yakni Muhammad SAW.
Perbedaan apa itu?
Jika
para nabi sebelum Muhammad hanya menyeru kaumnya pada Tuhan Yang Esa
(Allah), Rasulullah SAW dihadapkan pula pada persoalan kemanusiaan yang
mendalam. Saat itu, orang Arab terdiri atas dua strata; kaum pedagang
yang kaya dan golongan hamba sahaya yang menjadi budak orang-orang kaya
itu. Dari ayat-ayat Alquran kita ketahui bahwa Rasulullah berjuang
memperbaiki falsafah hidup masyarakat saat itu; bahwa hidup adalah juga
untuk kehidupan setelah kema tian dan hidup tidak saja untuk diri
sendiri, tetapi juga untuk umat. Ajaran yang dibawa Rasulullah
menyempurnakan ajaran-ajaran yang dibawa nabi-nabi yang diutus
sebelumnya. Selain itu, beliau diutus bukan untuk kaum tertentu, melain
kan untuk seluruh umat manusia. Itu perbedaannya.
Jika
masyarakat pada masa itu tidak meyakini adanya kehidupan setelah
kematian, mengapa mereka menuhankan berhala dan menyembahnya?
Mereka
memang menyembah berhala-berhala, tetapi bukan sebagai wujud penyerahan
diri pada kekuatan di atas diri mereka. Seperti orang pergi ke dukun
pada masa sekarang, orang-orang pada masa itu mendatangi berhala untuk
kepentingan mereka sendiri.
Seiring perjalanan sejarah, peradaban manusia terus mengalami perkembangan. Apakah itu berpengaruh pada proses dakwah para nabi?
Menurut
saya, peradaban tidak banyak memengaruhi dakwah para nabi. Justru,
dakwah Islamlah yang kemudian melahirkan peradaban yang tinggi. Banyak
dari peninggalan peradaban itu yang dapat kita temukan. Perlu diketahui
juga bahwa tidak semua pendukung Islam pada masa-masa itu beragama
Islam.
Bangsa-bangsa di wilayah Persia dan Romawi Timur,
misalnya. Mereka menjadi pendukung Islam setelah bertemu dengan dakwah
Islam, tetapi mereka tetap pada agama mereka.
Salah satu contoh
yang paling pokok adalah peraturan semacam undang- undang syariah.
Peraturan itu kan diberlakukan bagi semua masyarakat, tidak terkecuali
mereka yang bukan penganut ajaran para nabi itu. Menurut saya, itu
sekaligus menjadi bukti kreativitas Muslim dalam membangun kehidupan
dan peradaban
Bagaimana dengan politik?
Sama
saja. Terlibat dalam politik atau tidak, tugas pokok para nabi adalah
untuk menyeru pada ketau hid an. Jika kita sedang menyimpulkan pengaruh
politik bagi dakwah dengan melihat peran politis nabi sebagai pemimpin,
kita perlu mempertimbangkannya dengan fakta lainnya.
Rasulullah
berdakwah selama 23 tahun. Selama 13 tahun pertama, beliau berdakwah
menyebarkan Islam sebagai penyempurna agama-agama sebelumnya. Beliau
tidak menggunakan politik selain untuk berperang. Baru selama 10 tahun
terakhir, Rasulullah berdakwah sambil berpolitik. Itu dikarenakan
status beliau sebagai kepala negara, pemimpin, dan pemimpin umat.
Memang,
kemudian sejarah menyebutkan bahwa dalam 10 tahun itu orang-orang masuk
Islam secara berduyun-duyun. Hanya, apakah itu dikarenakan keberhasilan
dakwah Rasulullah atau kewibawaan beliau sebagai pemimpin, itu belum
bisa diketahui secara pasti. Perlu pene litian untuk menyimpulkannya.
Selain
hal-hal yang dapat dibuktikan secara empiris, seperti peradaban dan
sistem politik, para nabi dikaruniai mukjizat. Apa sesungguhnya
pengertian dari mukjizat itu?
Jika dilihat dari asal
katanya, yakni ‘ajaba, kata mukjizat berarti hal-hal yang membuat orang
tidak dapat menyangkalnya. Merujuk pada pengertian ini, maka mukjizat
yang sesungguhnya adalah Alquran, kitab yang diturunkan kepada Nabi Mu
hammad SAW.
Namun, kemudian mukjizat juga dimaknai sebagai
hal-hal yang luar biasa, yang tidak masuk akal. Seperti air yang
memancar dari sela-sela jari, tongkat yang berubah menjadi ular, lautan
yang terbelah, dan lain sebagainya. Semua mukjizat sebelum periode Nabi
Muhammad tidak mudah dibuktikan.
Dari situ saya berpandangan bah
wa mukjizat-mukjizat itu merupakan pesan-pesan simbolis yang tidak
untuk diterima secara harfiah. Bukan mukji zatnya yang penting,
melainkan pesan dan nilai yang terkandung di balik semua kisah-kisah
luar biasa itu. Surah al-Isra’ ayat 90-93 menegaskan hal itu bahwa
hanya argumen yang tidak terbantahkan (Alquran)-lah yang membuat
orang-orang menerima Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar