Kaum muslimin rohimakumulloh, sebentar lagi akan datang hari raya,
yaitu Hari Raya Qurban. Orang juga menyebutnya Idul Adha atau juga
disebut yaumu an-nahr dalam beberapa atsar. Apapun sebutannya itu tidak
penting. Yang penting bagaimana kita bisa mengapresiasinya dan
melaksanakan dalam tataran praktik yang benar sebagai bagian dari
ibadah kita. Banyak orang yang masih ragu untuk berkurban setiap tahun.
Ada beberapa alasan, diantaranya karena itu sunnah bukan wajib.
Perkataan itu memang benar, tetapi kalau mau lebih jauh lagi sunnahnya
adalah muakad - sunnah yang dikuatkan. Sebab di dalam al-quran Allah
menjelaskan itu dengan tuntas. Kemudian sebagian lagi ada yang
berargumen kalau hadits – hadits yang berhubungan dengan qurban ini
lemah. Dengan alasan ini, maka pada kesempatan ini saya hanya ingin
menunjukkan atsar yang bersumber dari quran saja. Apakah ada yang masih
menyangsikan al-Quran? Padahal sebenarnya banyak sumber kuat - hadits
shohih yang menerangkannya.
Berqurban tidak hanya sekedar mengenang kisah Nabiyulloh Ibrohim
alaihi as-salaam menyembelih putranya Nabi Ismail seperti yang
diceritakan dalam Surat Shoffat ayat 100 – 109, Allah berfirman: “Ya
Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk
orang-orang yang saleh. Maka Kami beri dia khabar gembira dengan
seorang anak yang amat sabar. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur
sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku
sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka
fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa
yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk
orang-orang yang sabar." Tatkala keduanya telah berserah diri dan
Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran
keduanya). Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu
telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi
balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini
benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan
seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian
yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu)
"Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim." Kisah lengkapnya ada dalam
Kitab Dzurrotun Nashihin, namun saya tidak akan bahas di sini.
Juga
bukan hanya mengingat ulang kisah Qobil dan Habil putra Nabi Adam
alaihi as-salaam sebagaimana Allah firmankan dalam kitabnya, Surat
Maidah ayat 27. Allah berfirman ; Ceritakanlah kepada mereka kisah
kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika
keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari
mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia
berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!." Berkata Habil: "Sesungguhnya
Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa."
Pun
jua tidak hanya untuk mengenang perintah Allah yang diwahyukan kepada
Rasululloh SAW dalam surat Al-Kautsar; “Sesungguhnya Kami telah
memberikan kepadamu Al-Kautsar (nikmat yang banyak). Maka dirikanlah
shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang
membenci kamu dialah yang terputus.”
Ketiga dalil di atas
menunjukkan bahwa berkurban adalah salah satu perilaku ibadah yang ada
sejak dulu kala. Sunah – sunah itu ada sejak dulu sebagai perintah
Allah kepada hambanya. Memang dia tidak seperti puasa, sholat, haji
atau zakat yang mempunyai hukum lebih kuat yaitu wajib, berkurban ini
layaknya bersedekah. Ia tidak wajib, tapi ia adalah perilaku ibadah
orang – orang sholeh dari dulu. Sudah semacam ketetapan amal, sebagai
bagian amilush sholihaat gandengannya keimanan. Bisa disimak dalam
Surat al-Hajj ayat 36 – 37, Allah berfirman; Dan telah Kami jadikan
untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi'ar Allah, kamu memperoleh
kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika
kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian
apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri
makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak
meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah
menundukkan untua-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur.
Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai
(keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat
mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya
kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah
kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.
Dengan jelas
Allah menerangkan bahwa daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali
tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah
yang dapat mencapainya. Nah, dengan jelas di sini korelasinya bahwa
berkurban adalah representasi dari tingkat ketakwaan seseorang di depan
Allah. Gampangnya orang yang mau berkorban berarti dia telah
membuktikan keimanan dan ketakwaannya dengan sesuatu yang menjadi
perintah Allah. Jadi tidak tepat lagi kalau beralasan dalil – dalil
qorban itu lemah atau melihat ini dari sisi amalan bukan wajib. Karena
ia adalah salah satu amalan yang sangat dicintai Allah. Dan bukankah
wujud ketakwaan yang sebenarnya itu adalah cintanya hamba kepada Yang
Kuasa? Dengan jalan melakukan apa yang Dia suka. Jadi, mari berkurban.
oleh: Ustadz Faizunal Abdillah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar