Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah
Adat Basandi Syara', Syara' Basandi Kitabullah, Syara' Mangato Adat Mamakai
Nasehat Mertua
Wahai menantuku,
Aku hanyalah seorag ibu yang berbicara atas nama diriku sendiri, dengan melihat putriku sebagai istrimu & engkau sebagai menantuku.
Bila engkau membaca pesan ini, semoga engkau melihat pula bayang wajah
ibu yang telah mengandung & melahirkanmu, berdiri bersamaku tepat di
hadapanmu.
Wahai menantuku,
Engkau imam dunia akhirat untuk
putriku. Bukankah engkau juga akan membawanya hingga ke baqa &
memberinya satu tiket ke surga?
Wahai menantuku,
Bila ada
kelemahan dari istrimu & seribu lagi keburukan yang dilakukannya
akibat kelemahan & juga karena kekurangan darinya, itu menjadi tugasmu
untuk mendidiknya sekarang, dan bukan lagi tugasku.
Diajarkan
kepadamu oleh Nabi SAW bahwa seorag suami tak boleh membiarkan mata
istrinya basah walau hanya serupa tetesan embun dini hari. Bukankah
engkau sebagai suaminya yang harus melindunginya dengan rasa tentram & aman?
Maka berikanlah keteduhan bagi jiwanya.
Engkau suami yg dipilih Allah utk putriku, bersabarlah thdp istrimu & tetaplah bersikap lemah lembut pdnya.
Bukankah engkau menikahinya atas nama Allah SWT? Maka sayangi & peliharalah istrimu dg jln Allah.
Wahai menantuku,
sebagian besar penghuni neraka adlh perempuan & itu disebabkan mrk
durhaka thdp suaminya, maka selamatkanlah istrimu dr dosa yg lebih
besar. Bukankah nantipun engkau akan ditanya ttg tanggung jawab bgmn kau
mengurusnya & menjaga jln surga utk bisa dilalui oleh yg harus kau
bawa serta? Dan pertanyaan itu akan ditujukan pdmu, bukan padaku.
Wahai menantuku,
Engkau diijinkan menghukum istrimu sewajarnya, namun jgnlah mengenai
wajahnya & jgn pula menyentuh tubuhnya hingga meninggalkan jejak
luka. Jgnlah menghardiknya dg kata kasar & umpatan yg merendahkan
seolah engkau turut menistakan dirimu sendiri, sebab ia itu pakaianmu.
Wahai menantuku,
aku titipkan putriku pdmu, buatlah dia tersenyum menuju surga atas tiket darimu.
HIKMAH HADIST :
Pergauilah istrimu dengan cara yang ma’ruf (baik)
Yang dimaksud di sini adalah bergaul dengan baik, tidak menyakiti,
tidak menangguhkan hak istri padahal mampu, serta menampakkan wajah
manis dan ceria di hadapan istri.
Allah Ta’ala berfirman,
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan bergaullah dengan mereka dengan baik.” (QS. An Nisa’: 19).
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf.” (QS. Al Baqarah: 228).
Dari ‘Aisyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِى
“Sebaik-baik kalian adalah yan berbuat baik kepada keluarganya.
Sedangkan aku adalah orang yang paling berbuat baik pada keluargaku”
(HR. Tirmidzi, Ibnu Majah ).
Untuk itu,Berkatalah yang baik
kepada istri kalian, perbaguslah amalan dan tingkah laku kalian kepada
istri. Berbuat baiklah sebagai engkau suka jika istri kalian bertingkah
laku demikian.
Berilah istrimu nafkah, pakaian dan tempat tinggal dengan baik
Yang dimaksud nafkah adalah harta yang dikeluarkan oleh suami untuk
istri dan anak-anaknya berupa makanana, pakaian, tempat tinggal dan hal
lainnya. Nafkah seperti ini adalah kewajiban suami berdasarkan dalil Al
Qur’an, dan hadits
Dalil Al Qur’an, Allah Ta’ala berfirman,
لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ
فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آَتَاهُ اللَّهُ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا
مَا آَتَاهَا
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah
menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah
memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak
memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah
berikan kepadanya” (QS. Ath Tholaq: 7).
وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada istrinya dengan cara ma'ruf” (QS. Al Baqarah: 233).
Bapak dari si anak punya kewajiban dengan cara yang ma’ruf (baik)
memberi nafkah pada ibu si anak, termasuk pula dalam hal pakaian. Yang
dimaksud dengan cara yang ma’ruf adalah dengan memperhatikan kebiasaan
masyarakatnya tanpa bersikap berlebih-lebihan dan tidak pula pelit.
Hendaklah ia memberi nafkah sesuai kemampuannya dan yang mudah untuknya,
serta bersikap pertengahan dan hemat.
Dari Jabir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ketika haji wada’,
فَاتَّقُوا اللَّهَ فِى النِّسَاءِ فَإِنَّكُمْ أَخَذْتُمُوهُنَّ
بِأَمَانِ اللَّهِ وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللَّهِ
وَلَكُمْ عَلَيْهِنَّ أَنْ لاَ يُوطِئْنَ فُرُشَكُمْ أَحَدًا
تَكْرَهُونَهُ. فَإِنْ فَعَلْنَ ذَلِكَ فَاضْرِبُوهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ
مُبَرِّحٍ وَلَهُنَّ عَلَيْكُمْ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ
بِالْمَعْرُوفِ
“Bertakwalah kepada Allah pada (penunaian
hak-hak) para wanita, karena kalian sesungguhnya telah mengambil mereka
dengan amanah Allah dan kalian menghalalkan kemaluan mereka dengan
kalimat Allah. Kewajiban istri bagi kalian adalah tidak boleh permadani
kalian ditempati oleh seorang pun yang kalian tidak sukai. Jika mereka
melakukan demikian, pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menyakiti.
Kewajiban kalian bagi istri kalian adalah memberi mereka nafkah dan
pakaian dengan cara yang ma’ruf” (HR. Muslim ).
Dari Mu’awiyah
Al Qusyairi radhiyallahu ‘anhu, ia bertanya pada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam mengenai kewajiban suami pada istri, lantas Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا
طَعِمْتَ وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ - أَوِ اكْتَسَبْتَ - وَلاَ
تَضْرِبِ الْوَجْهَ وَلاَ تُقَبِّحْ وَلاَ تَهْجُرْ إِلاَّ فِى الْبَيْتِ
“Engkau memberinya makan sebagaimana engkau makan. Engkau memberinya
pakaian sebagaimana engkau berpakaian -atau engkau usahakan-, dan engkau
tidak memukul istrimu di wajahnya, dan engkau tidak
menjelek-jelekkannya serta tidak memboikotnya (dalam rangka nasehat)
selain di rumah” (HR. Abu Daud ).
Dari Aisyah, sesungguhnya
Hindun binti ‘Utbah berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan adalah seorang suami
yang pelit. Dia tidak memberi untukku dan anak-anakku nafkah yang
mencukupi kecuali jika aku mengambil uangnya tanpa sepengetahuannya”.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خُذِى مَا يَكْفِيكِ وَوَلَدَكِ بِالْمَعْرُوفِ
“Ambillah dari hartanya yang bisa mencukupi kebutuhanmu dan anak-anakmu dengan kadar sepatutnya” (HR. Bukhari no. 5364).
Lalu berapa besar nafkah yang menjadi kewajiban suami?
Disebutkan dalam ayat,
لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آَتَاهُ اللَّهُ
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan
orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta
yang diberikan Allah kepadanya.” (QS. Ath Tholaq: 7).
عَلَى الْمُوسِعِ قَدَرُهُ وَعَلَى الْمُقْتِرِ قَدَرُهُ
“Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula)” (QS. Al Baqarah: 236).
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Hindun,
خُذِى مَا يَكْفِيكِ وَوَلَدَكِ بِالْمَعْرُوفِ
“Ambillah dari hartanya yang bisa mencukupi kebutuhanmu dan anak-anakmu dengan kadar sepatutnya” (HR. Bukhari ).
Dalil-dalil di atas menunjukkan bahwa yang jadi patokan dalam hal nafkah:
Mencukupi istri dan anak dengan baik, ini berbeda tergantung keadaan, tempat dan zaman.
Dilihat dari kemampuan suami, apakah ia termasuk orang yang dilapangkan dalam rizki ataukah tidak.
Termasuk dalam hal nafkah adalah untuk urusan pakaian dan tempat
tinggal bagi istri. Patokannya adalah dua hal yang disebutkan di atas.
Mencari nafkah bagi suami adalah suatu kewajiban dan jalan meraih
pahala. Oleh karena itu, bersungguh-sungguhlah menunaikan tugas yang
mulia ini.
Semoga bermanfaat dan barokah.
sumber : WargaLDII.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar